Dampak Khitan Perempuan


Hukum Khitan Perempuan

Khitan perempuan yang lagi jadi pomelik mentri kesehatan, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju, walaupun kebanyakan orang belum baca secara keseluruhan berita tentang sunat perempuan. Ada yang berpendapat bahwa sunat perempuan akan menambah gairah seks bagi laki-laki maupun si perempuan tersebut namun kenyataanya bahwa di Negara-negara barat yang menganjurkan sunat perempuan ternyata gairah seks perempuan itu menurun dan banyak yang selingkuh karena sunat perempuan artinya perempuan kurang bisa menikmati seksual mereka karena di sunat.

sunat-perempuan-menurut-kesehatan

sunat perempuan menurut kesehatan

Hukum khitan itu berbeda-beda tergantung dari siapa yang mengistimbath hukumnya. Para fuqaha sebagai kalangan yang memiliki otoritas dalam mengeluarkan hukum-huukm fiqih dari dalil-dalil yang rinci baik dari Al Quran dan sunnah ternyata tidak satu kata dalam menentukan hukum khitan ini. Memang masalah khitan terhadap perempuan terus menuai perdebatan dan pertanyaan, karena Indonesai adalah mayoritas beragama Islam.

Tak sedikit keluarga  Muslim di Tanah Air merasa bingung ketika memiliki bayi perempuan. Sebab, kini petugas kesehatan yang menangani kelahiran bayi telah dilarang untuk mengkhitan bayi perempuan.

Sejak terbitnya Surat Edaran (SE) Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI Nomor HK  00.07.1.31047 a, tertanggal 20 April 2006, tentang Larangan Medikalisasi Sunat Perempuan bagi  Petugas Kesehatan hampir sebagian besar bayi perempuan tak lagi dikhitan. Menurut surat edaran itu, sunat perempuan tidak bermanfaat bagi kesehatan, justru merugikan dan menyakitkan.

Tentang Hukum Khitan Perempuan

Banyak pendapat tentang hukum khitan Perempuan :

1. Pendapat pertama

Khitan Hukumnya sunnah bukan wajib. Pendapat ini dipegang oleh mazhab Hanafi (lihat Hasyiah Ibnu Abidin: 5-479; Al Ikhtiyar 4-167), mazhab Maliki (lihat Asy Syarhu Ash Shaghir 2-151) dan Syafi`i dalam riwayat yang syaz (lihat Al Majmu` 1-300).

Menurut pandangan mereka khitan itu hukumnya hanya sunnah bukan wajib, namun merupakan fithrah dan syiar Islam. Bila seandainya seluruh penduduk negeri sepakat untuk tidak melakukan khitan, maka negara berhak untuk memerangi mereka sebagaimana hukumnya bila seluruh penduduk negeri tidak melaksanakan azan dalam shalat.

Khusus masalah mengkhitan anak wanita, mereka memandang bahwa hukumnya mandub (sunnah), yaitu menurut mazhab Maliki, mazhab Hanafi dan Hanbali.

Dalil yang mereka gunakan adalah hadits Ibnu Abbas marfu` kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,

`Khitan itu sunnah buat laki-laki dan memuliakan buat wanita.` (HR Ahmad dan Baihaqi).

Selain itu mereka juga berdalil bahwa khitan itu hukumnya sunnah bukan wajib karena disebutkan dalam hadits bahwa khitan itu bagian dari fithrah dan disejajarkan dengan istihdad (mencukur bulu kemaluan), mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak. Padahal semua itu hukumnya sunnah, karena itu khitan pun sunnah pula hukumnya.

video-sunat-wanita

video sunat wanita

2. Pendapat kedua

Khitan itu hukumnya wajib bukan sunnah, pendapat ini didukung oleh mazhab Syafi`i (lihat Al Majmu` 1-284/285; Al Muntaqa 7-232), mazhab Hanbali (lihat Kasysyaf Al Qanna` 1-80 dan Al Inshaaf 1-123).

Mereka mengatakan bahwa hukum khitan itu wajib baik baik laki-laki maupun bagi wanita. Dalil yang mereka gunakan adalah ayat Al Quran dan sunnah:

`Kemudian kami wahyukan kepadamu untuk mengikuti millah Ibrahim yang lurus` (QS. An-Nahl: 123).

Dan hadits dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘Anh berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,

`Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam berkhitan saat berusia 80 dengan kapak`. (HR. Bukhari dan muslim).

Kita diperintah untuk mengikuti millah Ibrahim Alaihis Salam karena merupakan bagian dari syariat kita juga`.

Dan juga hadits yang berbunyi,

`Potonglah rambut kufur darimu dan berkhitanlah` (HR. Asy Syafi`i dalam kitab Al Umm yang aslinya dri hadits Aisyah riwayat Muslim).

3. Pendapat ketiga

Wajib bagi laki-laki dan mulia bagi wanita. Pendapat ini dipengang oleh Ibnu Qudamah dalam Al Mughni, yaitu khitan itu wajib bagi laki-laki dan mulia bagi wanita tapi tidak wajib. (lihat Al Mughni 1-85)

Di antara dalil tentang khitan bagi wanita adalah sebuah hadits meski tidak sampai derajat shahih bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah menyuruh seorang perempuan yang berprofesi sebagai pengkhitan anak wanita. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda

`Sayatlah sedikit dan jangan berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami.

Jadi untuk wanita dianjurkan hanya memotong sedikit saja dan tidak sampai kepada pangkalnya. Namun tidak seperti laki-laki yang memang memiliki alasan yang jelas untuk berkhitan dari sisi kesucian dan kebersihan, khitan bagi wanita lebih kepada sifat pemuliaan semata. Hadits yang kita miliki pun tidak secara tegas memerintahkan untuk melakukannya, hanya mengakui adanya budaya seperti itu dan memberikan petunjuk tentang cara yang dianjurkan dalam mengkhitan wanita.

Sehingga para ulama pun berpendapat bahwa hal itu sebaiknya diserahkan kepada budaya tiap negeri, apakah mereka memang melakukan khitan pada wanita atau tidak. Bila budaya di negeri itu biasa melakukannya, maka ada baiknya untuk mengikutinya. Namun biasanya khitan wanita itu dilakukan saat mereka masih kecil.

sunat-perempuan-menurut-islam

sunat perempuan menurut islam

Sedangkan khitan untuk wanita yang sudah dewasa, akan menjadi masalah tersendiri karena sejak awal tidak ada alasan yang terlalu kuat untuk melakukanya. Berbeda dengan laki-laki yang menjalankan khitan karena ada alasan masalah kesucian dari sisa air kencing yang merupakan najis. Sehingga sudah dewasa, khitan menjadi penting untuk dilakukan.

Hukum khitan untuk lelaki:

Menurut jumhur (mayoritas ulama), hukum khitan bagi lelaki adalah wajib. Para pendukung pendapat ini adalah imam Syafi’i, Ahmad, dan sebagian pengikut imam Malik. Imam Hanafi mengatakan khitan wajib tetapi tidak fardlu.

Menurut riwayat populer dari imam Malik beliau mengatakan khitan hukumnya sunnah. Begitu juga riwayat dari imam Hanafi dan Hasan al-Basri mengatakan sunnah. Namun bagi imam Malik, sunnah kalau ditinggalkan berdosa, karena menurut madzhab Maliki sunnah adalah antara fadlu dan nadb. Ibnu abi Musa dari ulama Hanbali juga mengatakan sunnah muakkadah.

Ibnu Qudamah dalam kitabnya Mughni mengatakan bahwa khitan bagi lelaki hukumnya wajib dan kemuliaan bagi perempuan, andaikan seorang lelaki dewasa masuk Islam dan takut khitan maka tidak wajib baginya, sama dengan kewajiban wudlu dan mandi bisa gugur kalau ditakutkan membahayakan jiwa, maka khitan pun demikian.

Dalil yang Yang dijadikan landasan bahwa khitan tidak wajib.

1. Salman al-Farisi ketika masuk Islam tidak disuruh khitan;

2. Hadist di atas menyebutkan khitan dalan rentetan amalan sunnah seperti mencukur buku ketiak dan memndekkan kuku, maka secara logis khitan juga sunnah.

3. Hadist Ayaddad bib Aus, Rasulullah s.a.w bersabda:”Khitan itu sunnah bagi lelaki dan diutamakan bagi perempuan. Namun kata sunnah dalam hadist sering diungkapkan untuk tradisi dan kebiasaan Rasulullah baik yang wajib maupun bukan dan khitan di sini termasuk yang wajib.

cara-sunat-perempuan

cara sunat perempuan

Adapun dalil-dalil yang dijadikan landasan para ulama yang mengatakan khitab wajib adalah sbb.:

1. Dari Abu Hurairah Rasulullah s.a.w. bersabda bahwa nabi Ibrahim melaksanakan khitan ketika berumur 80 tahun, beliau khitan dengan menggunakan kapak. (H.R. Bukhari). Nabi Ibrahim melaksanakannya ketika diperintahkan untuk khitan padahal beliau sudah berumur 80 tahun. Ini menunjukkan betapa kuatnya perintah khitan.

2. Kulit yang di depan alat kelamin terkena najis ketika kencing, kalau tidak dikhitan maka sama dengan orang yang menyentuh najis di badannya sehingga sholatnya tidak sah. Sholat adalah ibadah wajib, segala sesuatu yang menjadi prasyarat sholat hukumnya wajib.

3. Hadist riwayat Abu Dawud dan Ahmad, Rasulullah s.a.w. berkata kepada Kulaib: “Buanglah rambut kekafiran dan berkhitanlah”. Perintah Rasulullah s.a.w. menunjukkan kewajiban.

4. Diperbolehkan membuka aurat pada saat khitan, padahal membuka aurat sesuatu yang dilarang. Ini menujukkan bahwa khitab wajib, karena tidak diperbolehkan sesuatu yang dilarang kecuali untuk sesuatu yang sangat kuat hukumnya.

5. Memotong anggota tubuh yang tidak bisa tumbuh kembali dan disertai rasa sakit tidak mungkin kecuali karena perkara wajib, seperti hukum potong tangan bagi pencuri.

6. Khitan merupakan tradisi mat Islam sejak zaman Rasulullah s.a.w. sampai zaman sekarang dan tidak ada yang meninggalkannya, maka tidak ada alasan yang mengatakan itu tidak wajib.

Khitan untuk perempuan

Hukum khitan bagi perempuan telah menjadi perbincangan para ulama. Sebagian mengatakan itu sunnah dan sebagian mengatakan itu suatu keutamaan saja dan tidak ada yang mengatakan wajib.

Perbedaan pendapat para ulama seputar hukum khitan bagi perempuan tersebut disebabkan riwayat hadist seputar khitan perempuan yang masih dipermasalahkan kekuatannya.

Tidak ada hadist sahih yang menjelaskan hukum khitan perempuan. Ibnu Mundzir mengatakan bahwa tidak ada hadist yang bisa dijadikan rujukan dalam masalah khitan perempuan dan tidak ada sunnah yang bisa dijadikan landasan. Semua hadist yang meriwayatkan khitan perempuan mempunyai sanad dlaif atau lemah.

Hadist paling populer tentang  khitan perempuan adalah hadist Ummi ‘Atiyah r.a., Rasulllah bersabda kepadanya:”Wahai Umi Atiyah, berkhitanlah dan jangan berlebihan, sesungguhnya khitan lebih baik bagi perempuan dan lebih menyenangkan bagi suaminya”. Hadist ini diriwayatkan oleh Baihaqi, Hakim dari Dhahhak bin Qais. Abu Dawud juga meriwayatkan hadist serupa namun semua riwayatnya dlaif dan tidak ada yang kuat. Abu Dawud sendiri konon meriwayatkan hadist ini untuk menunjukkan kedlaifannya. Demikian dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Talkhisul Khabir.

Mengingat tidak ada hadist yang kuat tentang khitan perempuan ini, Ibnu Hajar meriwayatkan bahwa sebagian ulama Syafi’iyah dan riwayat dari imam Ahmad mengatakan bahwa tidak ada anjuran khitan bagi perempuan.

Sebagian ulama mengatakan bahwa perempuan Timur (kawasan semenanjung Arab) dianjurkan khitan, sedangkan perempuan Barat dari kawasan Afrika tidak diwajibkan khitan karena tidak mempunyai kulit yang perlu dipotong yang sering mengganggu atau menyebabkan kekurang nyamanan perempuan itu sendiri.

Apa yang dipotong dari perempuan

Imam Mawardi mengatakan bahwa khitan pada perempuan yang dipotong adalah kulit yang berada di atas vagina perempuan yang berbentuk mirip cengger ayam. Yang dianjurkan adalah memotong sebagian kulit tersebut bukan menghilangkannya secara keseluruhan. Imam Nawawi juga menjelaskan hal yang sama bahwa khitan pada perempuan adalah memotong bagian bawah kulit lebih yang ada di atas vagina perempuan.

Namun pada penerapannya banyak kesalahan dilakukan oleh umat Islam dalam melaksanakan khitan perempuan, yaitu dengan berlebih-lebihan dalam memotong bagian alat vital perempuan. Seperti yang dikutib Dr. Muhammad bin Lutfi Al-Sabbag dalam bukunya tentang khitan bahwa kesalahan fatal dalam melaksanakan khitan perempuan banyak terjadi di masyarakat muslim Sudan dan Indonesia. Kesalahan tersebut berupa pemotongan tidak hanya kulit bagian atas alat vital perempuan, tapi juga memotong hingga semua daging yang menonjol pada alat vital perempuan, termasuk clitoris sehingga yang tersisa hanya saluran air kencing dan saluran rahim. Khitan model ini di masyarakat Arab dikenal dengan sebutan “Khitan Fir’aun”. Beberapa kajian medis membuktikan bahwa khitan seperti ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi perempuan baik secara kesehatan maupun psikologis, seperti menyebabkan perempuan tidak stabil dan mengurangi gairah seksualnya. Bahkan sebagian ahli medis menyatakan bahwa khitan model ini juga bisa menyebabkan berbagai pernyakit kelamin pada perempuan.

Seandainya hadist tentang khitan perempuan di atas sahih, maka di situ pun Rasulullah s.a.w. melarang berlebih-lebihan dalam menghitan anak perempuan. Larangan dari Rasulullah s.a.w. secara hukum bisa mengindikasikan keharaman tindakan tersebut. Apalagi bila terbukti bahwa berlebihan atau kesalahan dalam melaksanakan khitan perempuan bisa menimbulkan dampak negatif, maka bisa dipastikan keharaman tindakan tersebut.

Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas beberapa kalangan ulama kontemporer menyatakan bahwa apabila tidak bisa terjamin pelaksanaan khitan perempuan secara benar, terutama bila itu dilakukan terhadap anak perempuan yang masih bayi, yang pada umumnya sulit untuk bisa melaksanakan khitan perempuan dengan tidak berlebihan, maka sebaiknya tidak melakukan khitan perempuan. Toh tidak ada hadist sahih yang melandasinya.

Pos ini dipublikasikan di FIQH dan tag , , , , , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

3 Balasan ke Dampak Khitan Perempuan

  1. indah berkata:

    khitan untuk wanita ini ada sejak jaman nabi Ibrahim, saat saroh istri pertama nya cemburu kepada siti hajar yang dapat memberikan keturunan kepada nabi ibrahim. Disunnahkan utk melubangi 3 hal yakni kedua telinga dan khitan. Bukankah yang disunnahkan itu lebih disukai oleh Allah? Tapi kenapa dokter2 di indonesia sekarang tidak mau mengkhitan bayi perempuan? Padahal dari dulu sudah ada (saya kecil dikhitan) dan tidak ada bahaya apa2.. Saya yang punya anak perempuan pun jadi bingung kepada siapa saya harus mengkhitan karena dokter2 pada menolak..

    • anisa berkata:

      mungkin terkait efek dan dampaknya mbak… dokter lebih memilih menghindari. dan alhamdulillah tidak ada dampaknya terhadap mbak. saya juga d khitan waktu kecil. namun sayangnya sepertinya pemotongannya dilakukan agak berlebihan. akibatnya saya kehilangan kepekaan terhadap rangsangan ketika berhubungan badan. suamipun jadi terganggu karena melihat saya tidak bisa menikmati. sekarang saya khawatir hal ini bisa mengganggu keharmonisan rumah tangga kami. terhadap rahim sayapun berdampak, ketika hamil sampai umur kehamilan 9 bulan lebih tidak pernah saya mengalami kontraksi. kata dokter, sepertinya ini ada hubungan juga dengan hal tersebut. sehingaa akhirnya saya memutuskan untuk cesar karena tak kunjung ada kontraksi. karena itu saya memutuskan anak perempuan saya yang lahir tidak usah di khitan. karena tidak ada jaminan bahwa yang melakukan khitan tidak melalukan kesalahan dalam mengkhitan. dan hal ini menyangkut masa depan anak saya. saya tidak ingin dia beresiko seperti saya kelak. apalagi kalau alat yang digunakan tidak steril, bisa berakibat fatal terhadap alat reproduksi wanita.

      Di dalam sebuah hadist Ummu ‘Athiyyah bahwasanya di Madinah ada seorang wanita yang (pekerjaannya) mengkhitan wanita, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

      لَا تُنْهِكِي فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ

      Artinya: “Jangan berlebihan di dalam memotong, karena yang demikian itu lebih nikmat bagi wanita dan lebih disenangi suaminya.” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany).

    • pa'e litta berkata:

      bagian manakah yang dikhitan/dihilangkan…?

Tinggalkan komentar